READ SALAM before reading this blog by ASSALAMU'ALAIKUM ... READ SALAM adalah sumber ilmu pengetahuan, untuk mendapatkan pengetahuan baru, dan merupakan sumber Informasi, Teknologi, Komputer, Internet, Falsafah, Pendidikan, Syari'ah, Ushuluddin, Hikayah, Kisah, Motivasi dengan mereferensi dari sumber yang terpercaya oleh billi mahda alfaruqy
AHLAN WASAHLAN... SELAMAT DATANG DI READSALAM... semoga kajian yang ada di blog ini dapat bermanfaat, dan kami berusaha menyajikan dari sumber yang terpercaya dan dari web yang ada... selamat membaca...

DAUN HIJAU

Sunday 13 May 2012

PERANAN PANCA JIWA PONDOK MODERN DALAM PENDIDIKAN DI PONDOK MODERN GONTOR


1. Sejarah Pondok Modern Gontor
Untuk mengetahui sejauh mana peranan panca jiwa sebagai filsafat hidup Pondok Modern dalam pendidikan di Pondok Modern Gontor, marilah menilik kembali kepada sejarah berdirinya Pondok Modern Gontor. Secara ringkas ada tiga fase berdirinya Pondok Modern Gontor, yaitu:

1.1 Pondok Tegalsari
Pada pertengahan abad ke-18 (sekitar tahun 1972) hiduplah seorang kyai terkenal bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari. Tegalsari adalah sebuah desa terpencil lebih kurang 10 Km ke arah selatan dari kota Ponorogo. Ditepi dua buah sungai, sungai Keyang den sungaf Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai agung itu mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.
Dalam sejarahnya, Pondok ini pernah mengalami zaman keemasan; ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan-pondokan mereka juga didirikan di desa-desa sekitar.
Pondok Tegalsari telah menyumbangkan jasa yang besar dalam pembangunan bangsa Indonesia melalui para alumninya. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. Sekedar menyebut sebagai contoh adalah Paku Buana II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerapaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsdo (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional HOS Cokroaminoto (wafat 1923).
Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusrrya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom, Demikiamah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dan pengasuh satu ke pengasuh lain. Namun, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari Pesantren Tegalsari mulai surut.
Alkisah pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang yang sangat menonjol dalam segala bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Penghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. la sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah memperoleh ilmu yang cukup santri Sulaiman Jamaluddin diambil menantu oleh Kyai. dan jadilah ia Kyai muda yang sekarang dipercaya menggantikan Kyai memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan Sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.

1.2. Pondok Gontor Lama
Gontor adalah sebuah desa teletak + 3 Km sebelah timur Tegalsari dan 12 Km ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Pada saat itu Gontor masih merupakan hutan belantara yang tidak banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun. dan pemabuk. Jelasnya tempat ini adalah tempat yang kotor dan sumber dari segala kekotoran. Dalam bahasa Jawa tempat yang kotor itu disebut nggon kotor yang kemudian disingkat menjadi “Gontor”.
Di desa inilah Kyai muda Sulaiman Jamaluddin diberi amanat oleh merWanya untuk merintis pondok pesantren seperti Tegalsari dengan bekal 40 santri yang dibekalkan oleh Kyai Khalifah kepadanya. Pondok Gartor inilah yang menjadi cikal bakal dari Pondok Modern Gontor saat ini
Pondok yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin ini berkembang pesat. khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang bernama Kyai Archam Anom Besari santri-santrinya berdatangan dari berbagai daerah di Jawa konon banyak juga santri yang datang dari daerah Pasundan Jawa Barat. Setelah Kyai Archam wafat, pondok dilanjutkan oleh putra beliau Kyai Santoso Anon Besari Kyai Santoso adalah generasi ketiga dari pendiri Pondok Gontor lama. Pada masa kepemimpinan generasi ketiga ini Gontor mulai surut, kegiatan pendidikan dan pengajaran di pesantren mulai memudar. Di antara sebab kemunduran ini adalah karena kurangrrya perhatian terhadap kaderesasi.
Setelah Kyai Santoso wafat Pondok Gontor benar-benar mati, Saudara-saudara Kyai Santoso tidak ada lagi yang sanggup menggantikannya untuk mempertahankan keberadaan Pondok. Yang tinggal hanyalah lbu Nyai Santoso beserta tujuh putera dan puterinya dengan peninggalan sebuah rumah sederhana dan masjid tua warisan nenek moyangnya.
Tetapi rupanya sang lbu tidak hendak melihat pondok Gomor hanyut dan lenyap ditelan sejarah. Karena itu beliu mengirimkan tiga orang di antara putera ke beberapa pesantren dan lembaga pendidikan lain untuk memperdalam agama. Ketiga putera itu adalah Ahmad Sahal (anak kelima), Zainuddin Fannani (anak keenam), dan Imam Zarkasyi (anak bungsu).

1.3. Pondok Gontor Baru
Ketiga putera Ibu Nyai Santoso yang sering disebut sebagai “Trimurti” itulah yang menghidupkan kembali Pondok Gontor, Pembukaan kembali Pondok Gontor itu secara resmi dideklarasikan pada Senin Kliwon, 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1345.

a. Pembukaan Tarbiyatul Athfal, 1926.
Langkah pertama untuk menghidupkan kembali Pondok Gontor adalah dengan membuka Tarbiyatul Athfal (TA), suatu program pendidikan tingkat dasar. Materi, sarana, dan prasarana pendidikannya sangat sederhana. Tetapi, berkat kesungguhan, keuletan, kesabaran, dan keikhlasan pengasuh Gontor Baru, usaha ini berhasil membangkitkan kembali semangat belajar masyarakat desa Gontor. Program TA inipun pada berikutrrya tidak hanya diikuti oleh anak-anak, tetapi juga oleh orang dewasa. Peserta didiknya juga tidak terbatas pada masyarakat desa Gontor tetapi juga masyarakat desa sekitar.
Minat belajar masyarakat sekitar Gontor yang semakin tinggi ini diantisipasi dengan pendirian cabang-cabang TA di desa-desa sekitar Gontor. Madrasah-madrasah TA di desa-desa sekitar itu ditangani oleh para kader yang telah disiapkan secara khusus melalui kursus pengkaderan.

b. Pembukaan Sullamul-Muta’allimin,1932.
Telah enam tahun TA berdiri. Ia disambut dengan kegairahan yang tinggi oleh para pecinta ilmu. Untuk itu mulailah dipikiran upaya pengembangan TA dengan membuka program lanjutan TA yang diberi nama “Sullamul-Muta’allimin’ (SM) tahun 1932. Pada tingkatan ini para santri diajari secara lebih dalam dan juga palajaran fiqh, hadis, tafsir, terjemah al-Qur’an, cara berpidato, cara membahas suatu persoalan, juga diberi sedikit bekal untuk menjadi guru berupa ilmu jiwa dan ilmu pendidikan. Di samping itu mereka juga diajari keterampilan, kesehatan, olahraga, gerakan kepanduan, dan lain-lain.

c. Pembukaan Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), 1936.
Kehadiran TA dan SM telah membawa angin segar yang menggugah minat belajar masyarakat. Perkembangan tersebut cukup menggembirakan hati dan benar-benar disyukuri pengasuh pesantren yang baru dibuka kembali ini. Kesyukuran tersebut ditandai dengan “Kesyukuran 10 Tahun Pondok Gontor”. Acara kesyukuran dan peringatan menjadi semakin sempurna dengan dikrarkannya pembukaan program pendidikan baru angkat menengah pertama dan memengah atas yang dinamakan Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) atau Sekolah Guru Islam, yang menandai kebangkitam sistem pendidikan modern di llngkungan pesantren.
Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) adalah Sekolah Pendidikan Guru Islam, hampir sama dengan Sekolah Normal Islam, di Padang Panjang Model ini kemudan dipadukan ke dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Pelajaran agama seperti yang diajarkan di beberapa pesantren pada umumnya, diberikan di Kelas-kelas. Tetapi pada saat yang sama para santri tinggal di dalam asrama dengan mempertahankan suasana dan jiwa kehidupan pesantren. Proses pendidikan berlangsung selama 24 jam, sehingga “segala yang didengar, , dan diperhatikan santri di dalam pondok ini adalah untuk pendidikan.” Pelajaran agama dan umum diberikan secara seimbang dalam jangka 6 tahun. Pendidikan ketrampilam, kesenian, olahraga, organisasi, dan lain-lain merupakan bagian dari kegiatan kehidupan santri di Pondok.
Setelah perjalanan tiga tahun, pelajaran sudah harus ditingkatkan, maka dibukalah tingkatan yang lebih tinggi bernama Bovenbow. Setelah berjalan 5 tahun, pengembangan tingkatan pendidlkan di KMI menjadi sebagai berikut,: bagian Onderbow, lama belajar 3 tahun dana bagian Bovenbow, lama belajar 2 tahun.
Dalam peringatan 10 tahun ini pula tercetus nama baru untuk Pondok Gontor yang baru dihidupkan kembali ini, yakni “Pondok Modern Gontor”. Nama ini merupakan sebutan masyarakat yang kemudian melekat pada Pondok Gontor yang nama aslinya adalah “Darussalam”, artinya Kampung Damai.

2. Panca Jiwa Pondok Modern
K.H. Imam Zarkasyi, salah seorang pendiri pondok memiliki pandangan bahwa hal yang paling penting dalam pesantren bukanlah pelajarannya semata-mata, melainkan juga jiwanya. Jiwa itulah yang akan memelihara kelangsungan hidup pesantren dan menentukan filsafat hidupnya.[1] Dalam Seminar Pondok Pesantren se-Indonesia tahun 1965 di Yogyakarta, K.H. Imam Zarkasyi merumuskan jiwa pesantren itu kepada lima hal yang tertuang dalam panca jiwa pondok modern. Kelima panca jiwa tersebut adalah: Keikhlasan, Kesederhanaan, Kesanggupan menolong diri sendiri (zelp help) atau berdikari (berdiri diatas kaki sendiri), ukhuwah islamiyah, dan jiwa bebas.[2] Panca jiwa inilah yang menjadi filsafat hidup Pondok Modern Gontor. Hal inilah yang menarik seorang Menteri Wakaf Mesir Syeikh Hasan Baquri untuk berkunjung ke Pondok Modern Gontor tahun 1956, beliau mengatakan: “Saya tidak tertarik melihat banyaknya santri di Pondok ini, tetapi yang membuat saya tertarik adalah Pondok Modern Gontor mempunyai jiwa dan falsafat hidup yang akan menjamin kelangsungan hidupnya.”[3]

2.1. Jiwa Keikhlasan
Artinya sepi ing pamrih (tidak karena didorong keinginan untuk memperoleh keuntungan tertentu), semata mata untuk ibadah.[4] Hal ini harus meliputi segenap suasana pondok pesantren. Dan apabila sudah terjalin jiwa keikhlasan antara kiyai, guru serta santri, maka akan terdapat suasana hidup yang harmonis antara Kiayi yang disegani dan Santri yang taat dan penuh cinta serta hormat dengan segala keihlasan.
Selanjutnya, dengan jiwa keiklasan ini diharapkan bahkan diwajibakan bagi seorang santri atau setiap santri mengerti dan menyadari arti Lillah, arti beramal, arti taqwa dan arti ikhlas.[5]

2.2. Jiwa Kesederhanaan
Jiwa kesederhanaan ini mengandung arti agung, dan bukan berarti pasif (bahasa jawa=narimo)dan bukan berati suatu kemiskinan ataupun kemelaratan. Tetapi mengandung unsur kekuatan atau ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup dengan segala kesulitan. Dan dari balik jiwa kesederhanaan inilah maka akan terpancar jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur dalam segala keadaan. Selain itu juga akan tumbuh dari jiwa keikhlasan ini mental/karakter yang kuat yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala kehidupan.[6]

2.3. Jiwa Kesanggupan menolong diri sendiri (zelp help) atau berdikari (berdiri diatas kaki sendiri)
Jiwa ini merupakah senjata ampuh dalam pendidikan didalam pondok modern. Berdikari bukan saja berarti adlam arti bahwa santri selalu belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri tetapi juga pondok pesantren itu sendiri dengan tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan orang lain. Hal inilah yang dinamakan Zalp berruiping systeem (sama-sama memberikan iuran dan sama-sama memakai)[7]. Tetapi tidak kaku dengan tidak menerima bantuan dari orang yang hendak membantu.

2.4. Jiwa Ukhuwah Islamiyah yang demokratis antara santri
Kehidupan di pondok pesantren yang berjalan selama 24 jam harus diliputi suasana persaudaraan akrab, sehingga segala kesenangan dirasakan bersama dengan jalinan persamaan agama. Jiwa ukhuwah ini tidak hanya berlaku ketika seorang santri tersebut masih menimba ilmu di pondok, akan tetapi jiwa ukhuwah ini ditujukan kepada persatuan ummat ketika sudah menjadi alumni dari pondok. Dari jiwa ukhuwah ini K.H. Ahmad Sahal berwasiat kepada siswa kelas enam yang telah menyelesaikan pelajaran mereka di kelas VI KMI Pondok Modern Gontor: Jadilah anak-anakku perekat ummat; dan fahamilah benar-benar arti perekat ummat.[8]


2.5. Jiwa Bebas
Arti bebas disini dititik beratkan pada perbuatan berpikir dan berbuat, bebas menentukan masa depannya. Dengan prinsip jiwa bebas ini para santri harus bebas dalam memilih dan menentukan jalan hidupnya di masyarakat kelak, dengan jiwa besar dan optimis dalam menghadapi kesulitan.
Tetapi sangat di sayangkan apabila jiwa bebas ini diartikan dengan arti-arti yang negatif. Seperti kebebasan yang keterlaluan (liberal), sehingga kehilangan arah dan tujuah serta prinsip. Sehingga arti bebas disini harus dikembalikan kepada aslinya, yaitu garis-garis disiplin yang positif dengan penuh tanggungjawab, baik didalam kehidupan pondok dan masyarakat. Dan jiwa-jiwa pondok yang terangkum dalam panca jiwa Pondok Modernharus dihidupkan dan dipelihara dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.

3. Peranan Panca Jiwa sebagai Filsafat Hidup dalam Pendidikan di Pondok Modern Gontor
Peranan panca jiwa di Pondok Modernyang menjiwai setiap detik kehidupan di pesantren. Salah satu peranan penting panca jiwa adalah sebagai falsafat hidup santrinya. Dan dalam proses pendidikannya, K.H. Imam Zarkasyi dalam sambutannya pada acara resepsi kesyukuran setengah Abad dan peresmian masjid Jami’ Pondok Modern Gontor menyatakan beberapa semboyan pendidikan yang terilhami dari panca jiwa pondok modern. Semboyan pendidikan itu adalah: “Berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas”.[9] Dan semboyan ini bukan hanya sekedar slogan atau sekedar rencana, tetapi adalah suatu hal yang sudah terlaksana selama bertahun-tahun hingga sekarang. Dan semboyan ini sekarang dikenal dengan “Motto Pondok Modern”.
Disamping semboyan yang sudah disebut diatas masih banyak lagi semboyan-semboyan pendidikan untuk para santri sebagai pencerminan dari Panca Jiwa tadi. Hal tersebut diungkapkan oleh K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi M.A dalam pidatonya pada acara puncak kesyukuran delapan windu 1991. Beliau mengungkapkan:
“Dari sinilah keluar filsafat hidup, pencerminan dari Panca Jiwa itu, sehingga banyak semboyan-semboyan pendidikan untuk para santri seperti:
“Hidupilah pondok, jangan menggantungkan hidup dari pondok”
“Berjasalah dan jangan minta jasa”
“Jadilah Santri yang: Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup takut hidup mati saja”
Hidup sekali, hiduplah yang berarti”
Jadilah Santri yang pandai menciptakan pekerjaan, bukan yang mencari pekerjaan”
“Berkorbanlah dalam berjuang, dengan Bondo, bahu, piker, lek perlu saknyawane pisan”
“Patah tumbuh hilang berganti. Sebelum patah sudah tumbuh, sebelum hilang sudah berganti”[10]

Dapat disimpulkan dari ungkapan diatas bahwa kelima panca jiwa pondok yang selalu menjiwai kehidupan dipondok mempunyai peran yang sangat penting dalam jalan pendidikan di pondok modern. Karena Pondok Modernlebih mementingkan pendidikan daripada pengajarannya. Adapun arah dan tujuan pendidikan diPondok Modernadalah: Kemasyarakatan, Hidup sederhana, Tidak berpartai dan Tujuan pokoknya “ibadah talabul ‘ilmi”, bukan untuk menjadi pegawai.[11] Arah dan tujuan tersebut adalah wujud kongkrit dari panca jiwa Pondok Modernyang selalu menjiwai kehidupan di Pondok Modern Gontor dan dalam hal ini lebih menekankan pada masalah jalannya pendidikan dan pengajaran di Pondok Modern Gontor.

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, penulis mengambil beberapa point yang sekiranya bisa menggambarkan secara ringkas permasalahan yang telah diulas sebagai berikut:
  1. Hal yang paling penting dalam suatu pesantren bukanlah pelajaran atau kurikulumnya, melainkan jiwa-jiwa yang mendasari kehidupan pesantren tersebut.
  2. Panca jiwa Pondok Modernadalah: Keikhlasan, Kesederhanaan, Kesanggupan menolong diri sendiri (zelp help) atau berdikari (berdiri diatas kaki sendiri), ukhuwah islamiyah, dan jiwa bebas merupakan filsafat hidup.
  3. Dari jiwa-jiwa pondok yang lima muncul semboyan pendidikan yang menjadi filsafat pendidikan di pondok pesantren seperti motto pondok Modern.
  4. Peranan Panca jiwa sebagai filsafat hidup dalam pendidikan dan pengajaran di Pondok Modernadalah membuat kongkrit tujuan pendidikan dan pengajaran.

Referensi
  • Dr. H. Abuddin Nata, MA, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (seri kajian Filsafat Pendidikan Islam), (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, Juli 2000)
  • Kenang-kenangan 1926; Peringatan Delapan Windu, 1990, (Gontor: 1990)
  • Diktat pekan perkenalan, (Gontor: tth) hal. 11-14.
  • Dokumentasi peringatan delapan windu, (Gontor: 1991) hal 91-98.
  • K.H. Imam Zarkasyi & K.H. Abdullah Sahal, Wasiat, Pesan, Nasehat dan Harapan Pendiri Pondok Modern, (Gontor: tth) hal. 21.



[1] Dr. H. Abuddin Nata, MA, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (seri kajian Filsafat Pendidikan Islam), (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, Juli 2000) hal. 200. [2] Prasaran K.H. Imam Zarkasyi dalam Seminar Pondok Pesantren se-Indonesia di Yogyakarta, 4 s/d 7 Juli 1965, dalam diktat pekan perkenalan, (Gontor: tth) hal. 11-14.
[3] K.H. Abullah Syukri Zarkasyi, MA, Sambutan Pimpinan Pondok Modern dalam Acara Puncak Kesyukuran Delapan Windu, dokumentasi peringatan delapan windu, (Gontor: 1991) hal 91-98.
[4] Ibid, hal 11.
[5] Ibid, hal 12.
[6] Ibid, hal 12.
[7] Ibid, hal. 13.
[8] K.H. Imam Zarkasyi & K.H. Abdullah Sahal, Wasiat, Pesan, Nasehat dan Harapan Pendiri Pondok Modern, (Gontor: tth) hal. 21.
[9] K.H. Imam Zarkasyi, Sambutan pimpinan dalam acara resepsi kesyukuran setengah abad dan peresmian masjid jami’ Pondok Modern Gontor, Kenang-kenangan 1926; Peringatan Delapan Windu, 1990, (Gontor: 1990) hal. 43-44.
[10] K.H. Abullah Syukri Zarkasyi, MA, Loc. Cit, hal 91-98.
[11] Diktat, Loc. Cit, hal 15.

2 comments:

  1. assalamu'alaikum... dimana ana bisa beli buku K.H. Imam Zarkasyi, Sambutan pimpinan dalam acara resepsi kesyukuran setengah abad dan peresmian masjid jami’ Pondok Modern Gontor, Kenang-kenangan 1926; Peringatan Delapan Windu, 1990, (Gontor: 1990), K.H. Abullah Syukri Zarkasyi, MA, Sambutan Pimpinan Pondok Modern dalam Acara Puncak Kesyukuran Delapan Windu, dokumentasi peringatan delapan windu, (Gontor: 1991),Prasaran K.H. Imam Zarkasyi dalam Seminar Pondok Pesantren se-Indonesia di Yogyakarta, 4 s/d 7 Juli 1965, dalam diktat pekan perkenalan, (Gontor: tth), pekan perkenalan gontor? ana perlu banget beberapa buku yang membahas tentang panca jiwa untuk kelanjutan skripsi ana, mohon bantuannya.. kemana ana bisa mencari buku ini.. klo pun harus membeli ana tidak masalah..
    ana zuana, mohon informasinya hubungi ana di 085350033725/email:zhang_chenzhu@yahoo.co.id

    ReplyDelete