BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Sejak ribuan tahun yang silam, kalender telah dicipatakan oleh manusia, karena kalender sangatlah penting bagi manusia. Seperti bangsa mesir yang telah membuat kalender matahari sekitar tahun 4221 SM.[1] Pada saat itu, tahun matahari terdiri dari 365 hari terbagi dalam 12 bulan dan masing-masing bulan terdiri dari 30 hari dan ditambah 5 hari pesta perayaan tahunan. Dalam pembuatan kalender, ada beberapa macam sistem yang digunakan dalam perhitungannya. Diantaranya dengan menggunakan pergerakan bulan, pergerakan matahari dan kombinasi dari pergerakan dua benda langit tersebut.
Dalam kehidupan masyarakat kalender mempunyai arti yang sangat penting. Karena banyak hal yang dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan waktu. Dapat kita sadari sendiri tanpa adanya kalender pasti kita hanya berpedoman pada gejala alam yang terjadi. Seiring berkembangnya manusia dan ilmu pengetahuan, maka manusia memerlukan tanda yang lebih praktis dalam menentukan waktu. Dalam hal ini manusia berpikir untuk dapat menemukan suatu sistem yang teratur dan sistematik sehingga dalam menentukan waktu dapat lebih mudah dan efisien. Manusia dengan segala keinginantahuannya mencari dan menggali setiap rahasia yang terkandung di alam ini yang menjadi modal dasar/intelektual yang dimilikinya. Kemudian sejalan dengan hal tersebut, Allah SWT memberikan petunjuk seperti pada petikan ayat di bawah yang menjadi kunci untuk membuka rahasia itu.
“Dialah yang menjadikan matahari memancarkan cahaya cemerlang dan bulan memantulkan sinar dan dia tetapkan baginya beberapa tingkat peredaran, supaya kamu dapat mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menjadikan tertib yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia bentangkan tanda-tanda itu bagi orang-orang yang berpengetahuan”. (QS. Yunus : 6)
Matahari dan bulan sebagai obyek ciptaan Allah SWT telah menjadi dua unsur yang sangat berharga dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya mengenai penghitungan waktu.Kedudukan benda-benda langit yang selalu berubah-ubah dengan pola yang teratur menjadi acuan penentuan waktu, musim, bulan dan tahun. Sehingga dibuatlah sistem penanggalan/perhitungan waktu secara periodik.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyusun makalah yang berjudul “Sistem Kalender Masehi dan Hijriah”.
- Rumusan Masalah
Pembahasan dalam makalah ini akan dititikberatkan pada rumusan masalah sebagai berikut:
- Sejarah sistem penanggalan Masehi dan Hijriah juga pemikiran para tokoh-tokohnya.
- Sistem perhitungan penanggalan Masehi dan Hijriah.
- Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, diantaranya:
- Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kalender masehi dan hijriah.
- Menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar untuk menggali setiap ilmu pengetahuan.
- Memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah IPBA.
BAB II
PEMBAHASAN
- Kalender Masehi
Kalender Masehi perhitungannya didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari atau peredaran matahari semu dimulai pada saat matahari berada pada titik Aries. Hal itu terjadi pada setiap tanggal 21 Maret hingga kembali lagi ke tempatnya semula. Ketika bumi berevolusi, ternyata poros bumi tidak tegak lurus terhadap bidang ekliptika, melainkan miring dengan arah yang sama membentuk sudut 66,50 . Periode revolusi bumi Untuk sekali putaran membutuhkan waktu sebanyak 365,2425 hari. Oleh karena kalender Masehi ini perhitungannya didasarkan pada peredaran matahari dikenal dengan tahun “ Syamsiyah, Solar System atau tahun Surya.[2] Terdapat empat kedudukan bumi pada orbitnya, yaitu sebagai berikut:
- Tanggal 21 Maret
Pada tanggal 21 maret, matahari tepat berada di khatulistiwa. Sehingga semua tempat di bumi mengalami siang dan malam dengan waktu yang sama. Dari tanggal 21 Maret sampai 21 Juni belahan bumi Utara mengalami musim semi, sedangkan belahan bumi Selatan mengalami musim gugur.
- Pada tanggal 21 Juni
Pada tanggal 21 Juni, kutub Utara bumi menghadap ke matahari yang seakan-akan berada pada 23,50 LU. Dari tanggal 21 Juni samapai 23 September, belahan bumi Selatan menjauhi matahari sehingga mengalami musim dingin, sedangkan belahan bumi Utara semakin dekat dengan matahri sehingga mengalami musim panas.
- Tanggal 23 September
Pada tanggal 23 September, baik kutub Utara maupun kutub Selatan bumi berada sama jauhnya dari matahari yang berada pada khatulistiwa. Dari tanggal 23 September sampai dengan 21 Desember, belahan bumi Utara semakin menjauhi matahari sehingga mengalami musim gugur, sedangkan belahan bumi selatan makin condong ke matahari sehingga mengalami musim semi.
- Tanggal 21 Desember
Pada tanggal 21 Desember, matahari seolah-olah berada di 23,50 LS. Dari tanggal 21 Desember sampai dengan 21 Maret, belahan bumi Selatan makin condong ke arah matahari sehingga mengalami musim panas. Sebaliknya, belahan bumi Utara mengalami musim dingin karena letaknya semakin jauh dari matahari.
Dari penjelasan di atas, kedudukan matahari seolah-olah bergeser dari khatulistiwa (21 Maret), ke 23,50 LU (21 Juni), ke khatulistiwa lagi (23 September), ke 23,50 LS (22 Desember) dan kembali lagi ke khatulistiwa (21 Maret). Gerakan pergeseran seperti itu disebut gerak semu matahari
Gerak revolusi bumi (gerak tahunan bumi) Periode=365,25 hari
Penanggalan miladiyah/masehi disebut juga Yulian Era atau Gregorian Era (calendar). Tahun miladiyah atau masehi ini disebut demikian karena awal ditetapkannya pada saat Nabi Isa AS dilahirkan. Selain dinamakan tahun Miladiyah atau masehi, tahun ini juga disebut dengan tahun Yulian karena diakui dan dipergunakan sejak berkuasanya Yulius Caesar di Roma. Tahun masehi berasal dari sistem romawi kuno yang semula berdasarkan sistem Lunar. Sebelum sistem penanggalan ini sempurna seperti saat ini, mengalami sejarah yang sangat panjang sejak zaman romawi jauh sebelum pemerintahan Julius caesar.
Akhirnya ada seseorang yang bernama Numa Pompilus yang melakukan sedikit reformasi kalender tersebut. Dia adalah orang pertama yang mendirikan institusi Pontiface (Kepala Agama), sehingga dia butuh kalender yang bisa dijadikan patokan dalam waktu pelaksanaan upacara dan tidak hanya bertani. Tahun pertama disesuaikan dengan tahun berdirinya kerajaan Roma yaitu ± 753 sebelum kelahiran Nabi Isa AS. Bulan yang pertama bukan Januari seperti yang dikenal sekarang, tetapi bulan Maret. Secara lengkap urutannya adalah Martinus, kemudian Aprilis, Majus, Junius, Quintilis, Sextilis, September, Oktober, Nopember, Desember, Januarius dan Pebruarius. Jumlah hari dalam satu tahun adalah 355 hari.
Hal ini terlihat pada penjelasan dari segi bahasa yaitu September berarti tujuh dan Oktober berarti berarti delapan.[3]Namun karena oleh Yulius Caesar permulaan tarikh Julian ditetapkan satu Januari, maka ini berimplikasi pula pada penetapan awal bulannya. Akibatnya, bukan bulan Maret lagi sebagai bulan pertamanya, tetapi bulan Januari. Maka, bergeserlah bulan September menjadi bulan kesembilan dan Oktober menjadi bulan kesepuluh.[4]
Pada tahun 45 SM, sistem penanggalan itu mengalami beberapa perubahan yang dilakukan oleh Yulius Caesar atas nasehat Sosigenas (Astronom Iskandaria), yaitu jumlah hari rata-rata dalam satu tahun syamsiyah bukan 355 tetapi 365 1/4 hari = 365,25 hari. Bulan yang ke lima (Quintilis) namanya dan ke enam (Sextilis) namanya diubah menjadi Juli dan Agustus yang jumlah harinya sama yaitu 31 hari. Sementara permulaan musim bunga atau matahari berada pada titik Aries ditetapkan pada tanggal 24 Maret dan permulaan hari Tarikh Julian ditetapkan menjadi 1 Januari bukan bulan Maret seperti yang sudah dijelaskan di atas.[5]
Pada tahun 325 M (370 tahun setelah tarikh Julian) diadakan rapat gereja di Nicea untuk mengoreksi ketetapan tarikh Julian. Satu tahun pada tarikh Julian =365,25 hari padahal sebenarnya peredaran matahari per tahun adalah 365,2422 hari. Hal ini berarti ada selisih 0,0078 hari atau 1/128 hari = 11,23 menit dalam satu tahun. Perbedaan tersebut akan menjadi satu hari dalam 128 tahun. Oleh karena itu, pada saat diadakan rapat gereja itu peradaban sudah mencapai 3 hari, yakni 370:128 x 1 hari=2,8906 hari. Dengan demikian, permulaan musim bunga yang semula ditetapkan tanggal 24 Maret dimajukan 3 hari menjadi tanggal 21 Maret.[6]
Perubahan dan koreksi terhadap tarikh Julian kemudian juga dilakukan setelah lama berselang oleh Paus Gregorius XXI pada tahun 1582 M, atas saran astronom Klavius setelah muncul keraguan akan saat-saat penentuan wafatnya Isa al-Masih. Maka, pada tanggal 4 Oktober 1582, ia memerintahkan agar harinya tidak lagi tanggal 5 Oktober 1582 akan tetapi loncat 10 hari jadi tanggal 15 Oktober 1582. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi keraguan bahwa peringatan wafatnya Isa al-Masih dilakukan sesuai dengan keadaan sesungguhnya yaitu jatuh pada bulan purnama segera setelah matahari melintasi titik Aries.[7]
Sebenarnya ada beberapa argumen yang dapat diajukan mengapa ketentuan loncat 10 hari itu dilakukan. Pertamauntuk menyesuaikan dengan kesepakatan di Nicea bahwa pemulaan musim bunga adalah pada tanggal 21 Maret. Maka sesuai dengan apa yang dilihat oleh Klavius pada tanggal 11 Maret 1582 bahwa pada hari itu sebenarnya sudah memasuki permulaan musim bunga. Ini berarti tarikh sudah mengalami keterlambatan selama 10 hari yakni 21-11=10. Kedua, Peredaran matahari semu menurut tarikh Yulian adalah =365,25 hari, sedangkan yang sebenarnya adalah 365,2422 hari. Jadi ada selisih sebanyak 0,0078 hari/tahun= 1/128 hari/tahun = 1 hari dalam 128 tahun. Maka, 1582-352 tahun/ 128 tahun x 1 tahun= 9,9605 hari dibulatkan menjadi 10 hari.[8]
Selain itu, koreksi juga dilakukan terhadap ketentuan tahun-tahun abadi yang sebelumnya disamakan dengan tahun-tahun biasa yaitu tahun 1700, 1800, dan 1900 dan seterusnya termasuk kabisat bila habis dibagi 400, maka termasuk tahun basithoh. Untuk itu, dalam perhitungan tarikh masehi ini akan dikurangi 13 hari dengan perincian 10 + 3 = 13. Angka 10 didapat dari “lompat 10 hari” yaitu 5 Oktober 1582 loncat ke 15 Oktober 1582 dan angka 3 didapat dari tahun-tahun abadi ( tahun 1700, tahun 1800, dan tahun 1900) yang semula dianggap termasuk tahun kabisat karena habis dibagi 4 oleh Gregorius diubah menjadi tahun basithoh karena tidak habis dibagi 400 bukan 4. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah koreksi Gregorian.[9]
Ketentuan tarikh Gregorian itu selengkapnya adalah sebagai berikut. Pertama, permulaan tarikh Gregorian dimulai sejak tahun kelahiran Nabi Isa AS yaitu 1 Januari tahun 1 jam 00:00 (saat matahari berada pada kulminasi bawah).Kedua, tahun-tahun yang bukan termasuk tahun abadi baru bisa disebut tahun kabisat bila habis dibagi 4. Apabila tidak maka disebut tahun basithoh dengan ketentuan satu hari kelebihan dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Februari. Oleh karena itu jumlah hari dalam bulan Februari terkadang 28 hari bila termasuk tahun basithah dan 29 hari bila termasuk tahun kabisat. Ketiga, jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun kabisat 366 hari dan untuk tahun basithah 365 hari. Keempat, jumlah hari dalam satu bulan dapat berubah-ubah antara 31 dan 30 hari kecuali bulan Februari. Bulan Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober dan Desember jumlah harinya 31 hari, sedangkan untuk bulan April, Juni, September, dan Nopember berjumlah 30 hari. Oleh karena dalam tarikh Masehi ini ditetapkan ada satu tahun kabisat dalam setiap empat tahun (daur), maka jumlah hari dalam satu daurnya adalah 365 hari x 3 ditambah 366 hari= 1461 hari.[10]
Sistem Perhitungan Penanggalan Masehi
- Ketentuan umum penanggalan Masehi
Sebelum melakukan perhitungan Penanggalan masehi, terdapat ketentuan-ketentuan umum yang perlu diperhatikan dan sistem penanggalan Masehi, diantaranya yaitu :
- 1 tahun Masehi berumur 365 hari ( Basithah, umur Februari 28 hari) atau 366 hari ( Kabisah, umur Ferbruari 29 hari)
- Tahun Kabisah adalah bilangan tahun yang habis dibagi 4 (misalnya, 1992, 1996, 2000, 2004), kecuali bilangan abad yang tidak habis dibagi 4 (misalnya, 1700,1800, 1900, 2100 dst). Selain itu adalah basithah.
- 1 siklus = 4 tahun ( 1461 hari)
- Penyesuaian akibat anggaran Gregorius sebanyak 10 hari sejak 15 Oktober 1582 M, serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan abad yang tidak habis dibagi 4 sejak tanggal tersebut, sehingga sejak tahun 1900 sampai 2099 ada penambahan koreksi 13 hari (10+3).[11]
Contoh:
Tanggal 26 September jatuh pada hari apa? Untuk mengetahui hal tersebut ditempuhlah langkah pertama dengan mengurangkan angka tahun berjalan dengan angka 1 kemudian dibagi 4. Langkah kedua, menghitung jumlah hari dari tanggal 1 Januari tahun 1 sampai tanggal dan tahun yang dicari kemudian dikurangi koreksi Gregorian yaitu 13 hari. Dan langkah ketiga adalah jumlah hari yang sudah diketahui itu selanjutnya dibagi 7. Angka sisa dari pembagian itulah yang menentukan nama hari yang dicari, dihitung dari hari Sabtu. Secara lebih jelas, hal tersebut nampak dalam perhitungan berikut ini:
2003 – 1 : 30 = 500 (daur) sisa 2 tahun
Jumlah hari = 500 x 1461 + 2 tahun x 365 hari + 269 hari – 13 hari
= 730500 + 730 + 269 – 13
=731486 hari
731486 : 7 =104498 sisa 0
Sesuai dengan hasil perhitungan tersebut, maka tanggal 26 September 2003 jauh pada hari Jumat. Ketentuan tarikh Gregorian atau tarikh Masehi gaya baru itu berlaku hingga saat ini, seperti yang biasa kita lihat di kalender-kalender.[12]
- Menentukan Tahun Bashitah atau kabisat[13].
Dalam menentukan suatu tahun apakah merupakan tahun kabisat atau bashitoh, maka langkah yang harus dilalui adalah sebagai berikut :
- Tentukan Tahun yang akan dicari kemudian dibagi empat.
- Setelah dibagi 4, jika tahun tersebut habis dibagi 4 maka disebut tahun kabisat, dan tidak habis dibagi 4 maka disebut tahun basithoh.
- Khusus untuk tahun-tahun abad, maka harus dibagi 400, jika habis dibagi 400 mka disebut kabisat, jika tidak habis dibagi 400 maka disebut tahun bashitoh.
- Menentukan hari dan pasaran[14]
Untuk menentukan hari dan pasaran tanggal 1 januari suatu tahun dengan cara sebagai berikut :
- Tentukan tahun yang akan dihitung
- Hitunglah tahun tam, yaitu tahun yang dihitung dikurangi satu
- Hitunglah jumlah siklus selama tahun tam tersebut, yaitu interval (tahun tam : 4)
- Hitunglah tahun kelebihan dari sejumlah siklus tersebut
- Hitunglah jumlah hari selama siklus yang ada dengan dikalikan jumlah hari dalam 1 siklus (1461 hari)
- Hitunglah jumlah hari dari tahun kelebihan dengan dikalikan 365 hari
- Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 hari (tanggal 1 januari)
- Kurangi dengan koreksi gregorian, yaitu 10 + … hari
- Jumlah hari yang didapat kemudian dibagi 7 untuk menentukan hari, kelebihan hasil dari pembagian tersebut merupakan hari yang dicari yang dihitung mulai hari sabtu. (sisa 1 = Sabtu; 2=Ahad, 3=Senin, 4=Selasa; 5=Rabu, 6=Kamis, 0=Jum’at)
- Jumlah hari yang didapat kemudian dibagi 5 untuk menentukan pasaran, kelebihan hasil dari pembagian tersebut merupakan hari yang dicari yang dihitung mulai hari sabtu. (sisa 1 = Sabtu; 2=Ahad, 3=Senin, 4=Selasa; 5=Rabu, 6=Kamis, 0=Jum’at)
- Setelah hari dan pasaran tanggal 1 januari ditemukan, maka untuk menentukan hari dan pasaran bulan selanjutnya dapat menggunakan tabel berikut. Namun sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu apakah tahun tersebut basithoh atau kabisat.
BULAN | Basithoh | Kabisat | ||
Hari | Pasaran | Hari | Pasaran | |
Januari | 1 | 1 | 1 | 1 |
Februari | 4 | 2 | 4 | 2 |
Maret | 4 | 5 | 5 | 1 |
April | 7 | 1 | 1 | 2 |
Mei | 2 | 1 | 3 | 2 |
Juni | 5 | 2 | 6 | 3 |
Juli | 7 | 2 | 1 | 3 |
Agustus | 3 | 3 | 4 | 4 |
September | 6 | 4 | 7 | 5 |
Oktober | 1 | 4 | 2 | 5 |
November | 4 | 5 | 5 | 1 |
Desember | 6 | 5 | 7 | 1 |
Contoh:
Tanggal 1 Januari 2004
Waktu yang dilalui = 2003 tahun, lebih 1 hari
atau 2003 : 4 = 500,75 Siklus, lebih 3 tahun, lebih 1 hari
500 siklus = 500 x 1461 hari = 730500 hari
3 tahun = 3 x 365 hari = 1095 hari
1 hari = _____1___ hari +
Jumlah = 731591 hari
Koreksi Gregorius = 10 + 3 = 13___ hari –
= 731583 hari
731583 : 7 = 104511, lebih 6 = Kamis, (dihitung mulai Sabtu)
731583 : 5 = 143616, lebih 3 = Pahing, (dihitung mulai Kliwon)
Jadi, tanggal 1 Januari 2004 jatuh pada Kamis Pahing.[15]
Kalender Hijriah
Dalam peredarannya, bulan melakukan tiga gerakan sekaligus, yaitu rotasi, revolusi, dan bersama dengan bumi mengitari matahari. Periode rotasinya sama dengan periode revolusinya. Akibatnya, muka bulan yang menghadap bulan selalu sama yakni separuh bagian dan bagian lain tidak pernah menghadap ke bumi. Untuk satu kali bergerak berputar mengelilingi bumi, bulan memerlukan waktu selama 27 1/3 hari yang disebut satu bulan sideris. Sebenarnya, pada saat tersebut bumi telah bergerak mengitari matahari sejauh 270. Jadi, bulan harus menempuh selisih jarak tersebut agar kembali ke posisi semula relative terhadap matahari. Dengan demikian, selang waktu satu kali revolusi bulan adalah 29 ½ hari yang disebut satu bulan sinodis (qomariah).
Dari kedudukan bulan yang berbeda-beda menghasilkan bentuk bulan yang berbeda pula yang disebut fase bulan, yaitu:
- Pada kedudukan 1, yaitu pada saat kedudukan matahari, bulan dan bumi terletak satu garis lurus. Pada kedudukan bulan mulai berevolusi disebut bulan baru atau bulan muda.
- Pada kedudukan 2, separuh bagian bulan yang menghadap bumi kira-kira hanya seperempatnya yang terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan sabit.
- Pada kedudukan 3, separuh bulan yang menghadap bumi kira-kira hanya seperempatnya yang terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat setengah bulatan yang disebut kuartir pertama atau bulan separuh.
- Pada kedudukan 4, separuh bagian bulan yang menghadap bumi kira-kira tiga per empatnya terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan cembung.
- Pada kedudukan 5, separuh bagian bulan yang menghadap bumi seluruhnya terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan purnama.
PERUBAHAN PENAMPAKAN BENTUK BULAN (FASE BULAN)
Kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulandalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) dititik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 – 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Nama-nama Bulan dalam Tahun Qomariah
No | Nama Bulan | Jumlah Hari |
1. | Muharam | 30 hari |
Safar | 29 hari | |
Rabiulawal | 30 hari | |
Rabiulakhir | 29 hari | |
Jumadilawal | 30 hari | |
6. | Jumadilakhir | 29 hari |
Rajab | 30 hari | |
Syakban | 29 hari | |
Ramadhan | 30 hari | |
Syawal | 29 hari | |
Zulkaidah | 30 hari | |
Zulhijah | 29/30 hari |
Berikut adalah sejarah (asal-usul) pemberian nama-nama bulan Hijriah:
- Muharam, artinya yang diharamkan yaitu bulan yang padanya diharamkan berperang (menumpahkan darah) yang terus berlaku sampai awal datangnya Islam
- Safar, artinya kosong/kuning karena pada bulan itu orang-orang masa lampau biasa meninggalkan rumah mereka untuk berperang, berdagang ,berburu, dan sebagainya, sehingga rumah-rumah mereka kosong.
- Rabiul awal, artinya menetap yang pertama, karena para lelaki arab masa lampau pada bulan itu yang tadinya meninggalkan rumah mereka kembali pulang dan menetap.
- Rabiul akhir, artinya menetap yang terakhir, yaitu menetap dirumah terakhir kalinya.
- Jumadil awal, artinya kering/beku/padat yang pertama, pada waktu itu air menjadi beku / padat.
- Jumadil akhir, artinya kering/beku/padat yang terakhir, karena mereka mengami kekeringan yang terakhir kalinya.
- Rajab, artinya mulia, karena bangsa Arab tempo dulu memuliakannya terutama tanggal 10 (untuk berkurban anak unta), tanggal 1 (untuk membuka pintu ka’bah terus-menerus).
- Syaban, artinya berpencar, karena orang-orang Arab dahulu berpencar kemana saja mencari air dan penghidupan.
- Ramadhan, artinya panas terik/terbakar, karena pada bulan ini jazirah Arab sangat panas sehingga terik matahari dapat membakar kulit artinya pembakaran bagi dosa-dosa sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallahu ‘alayhi wa salllam.
- Syawal, artinya naik, karena pada bulan itu bila orang Arab hendak menaiki unta dengan memukul ekornya maka ekornya itu naik, syawal dapat pula berarti bulan peningkatan, amal bagi amal tambahan.
- Dzulqaidah, artinya si empunya duduk, karena kaum lelaki Arab dulu pada bulan ini hanya duduk saja di rumah tidak bepergian kemanapun.
- Dzulhijjah, artinya si empunya haji, karena pada bulan ini sejak zaman Nabi Ibrahim as. Orang-orang biasa melakukan ibadah Haji atau ziarah ke Baitullah, Makkah.
Menurut sistem lunar, hari-hari keagamaan atau hari-hari islam biasa dihitung sejak terbenamnya matahari (waktu maghrib) sebelum hari itu. Jadi, mendahului hari-hari Masehi yang baru berganti mulai pukul 00.00 tengah malam. Yang menjadi persoalannya sekarang adalah umat Islam belum begitu familiar dengan kalendernya sendiri, tetapi lebih familiar dengan kalender masehi. Akibatnya, sering terjadi kebingungan manakala ada perbedaan dalam mengawali ataupun mengakhiri puasa misalnya. Padahal kalender hijriah yang tertulis dalam kalender yang ada di tiap rumah keluarga muslim itu didasarkan pada perhitungan rata-rata (Hisab urfi) yang tidak bisa dijadikan acuan dalam melakukan ibadah.[16]
Hisab Urfi, yaitu salah satu sistem hisab yang sangat sederhana yang senantiasa hanya didasarkan kepada garis-garis besarnya saja. Dalam sistem Hisab ‘Urfi ini umur bulan senantiasa bergantian antara 30 hari dan 29 hari, 30 hari untuk bulan ganjil dan 29 hari untuk bulan genap, kecuali untuk bulan Dzulhijjah ketika tahun kabisat diberi umur 30 hari. Satuan masa (daurus-sanah) tahun Hijriah (qomariyah) dalam hisab ‘urfi ditetapkan 30 tahun, 11 tahun ditetapkan sebagai tahun Kabisat, dan 19 tahun ditetapkan sebagai tahun Basitah. Tahun Kabisat ditetapkan jatuh pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29, selainnya ditetapkan sebagai tahun Basitah.
Sejarah Penanggalan Islam
Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (Qomariyah) maupun Matahari (Syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi). Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan “Tahun Gajah”, karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka’bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia).
Sistem penanggalan Islam (1 Muharram 1 Hijriah) dihitung sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah, atas perintah Tuhan. Oleh karena itulah kalender Islam disebut juga sebagai kalender Hijriah. Di barat kalender Islam biasa dituliskan dengan A.H, dari latinnya Anno Hegirae. Peristiwa hijrah ini bertepatan dengan 15 Juli 622 Masehi. Jadi penanggalan Islam atau Hijriah (1 Muharram 1 Hijriah) dihitung sejak terbenamnya Matahari pada hari Kamis, 15 Juli 622 M.
Walaupun demikian, penanggalan dengan tahun hijriah ini tidak langsung diberlakukan tepat pada saat peristiwa hijrahnya nabi saat itu. Kalender Islam baru diperkenalkan 17 tahun (dalam perhitungan tahun masehi) setelah peristiwa hijrah tersebut oleh sahabat terdekat Nabi Muhammad sekaligus khalifah kedua, Umar bin Khatab. Beliau melakukannya sebagai upaya merasionalisasikan berbagai sistem penanggalan yang digunakan pada masa pemerintahannya. Kadang sistem penanggalan yang satu tidak sesuai dengan sistem penanggalan yang lain sehingga sering menimbulkan persoalan dalam kehidupan umat.
Kalender dengan 12 bulan sebetulnya telah lama digunakan oleh Bangsa Arab jauh sebelum diresmikan oleh khalifah Umar, tetapi memang belum ada pembakuan perhitungan tahun pada masa-masa tersebut. Peristiwa-peristiwa penting biasanya hanya dicatat dalam tanggal dan bulan. Kalaupun tahunnya disebut, biasanya sebutan tahun itu dikaitkan dengan peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Misalnya tahun gajah, dan lain sebagainya.
Setelah banyak persoalan muncul akibat tidak adanya sistem penanggalan yang baku, dan atas prakarsa Khalifah Umar, diadakanlah musyawarah dengan tokoh-tokoh sahabat lainnya mengenai persoalan penanggalan ini. Dari sini disepakati bahwa tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah adalah tahun pertama dalam kalender Islam. Sedangkan nama-nama keduabelas bulan tetap seperti yang telah digunakan sebelumnya, diawali dengan bulan Muharram dan diakhiri dengan bulan Dzulhijjah.
Penanggalan hijriah ini berdasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. penanggalan ini didasarkan pada perhitungan (hisab). Satu kali edar lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik.[17] Untuk menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang 30 hari dan adapula yang 29 hari, yaitu untuk bulan-bulan ganjil berumur 30 hari, sedang bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali pada ke-12 (Dzulhijjah) pada Kabisat berumur 30 hari.[18]
Kaidah umum penanggalan tahun Hijriah, yaitu:
- 1 tahun hijriah = 354 hari (Basithah), Dzulhijjah = 29 hari = 355 hari (kabisat) Dzulhijjah = 30 hari
- Tahun-tahun kabisat jatuh pada urutan ahun ke-2,5,7,10,13,15,18,21,24,26 dan 29 (tiap 30 tahun)
- 1 daur = 30 tahun = 10631 hari
Menghitung Hari dan Pasaran
Menghitung hari dan pasaran pada tanggal 1 muharram suatu tahun dengan cara:
- Tentukan tahun yang akan dihitung
- Hitung tahun tam, yakni tahun yang bersangkutan dikurangi satu
- Hitunglah berapa daur selama tahun tam tersebut
- Hitung berapa tahun kelebihan dari sejumlah daur tersebut
- Hitung berapa hari selama daur yang yang ada, yakni daur kali 10631 hari
- Hitung berapa hari selama tahun kelebihan (lihat daftar jumlah hari tahun hijriah)
- Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 (1 muharram)
- Jumlah hari kemudian dibagi menjadi 7 ;
1= Jum’at 3= Ahad 5= Selasa 7= Kamis
2= Sabtu 4= Senin 6= Rabu 0= Kamis
- Jumlah hari kemudian dibagi 5 ;
1= Legi 3= Pon 5= Kliwon
2= Pahing 4= Wage 0= Kliwon
Jumlah Hari Tahun Hijriah
Th | Hari | Th | Hari | Th | Hari | Th | Hari | Th | Hari | Th | Hari |
1
2
3
4
5
| 354
709
1063
1417
1772
| 11
12
13
14
15
| 3898
4252
4607
4961
5316
| 21
22
23
24
25
| 7442
7796
8150
8505
8859
| 6
7
8
9
10
| 2126
2481
2835
3189
3544
| 16
17
18
19
20
| 5670
6024
6379
6733
7087
| 26
27
28
29
30
| 9214
9568
9922
10277
10631
|
Contoh:
Tanggal; 1 Muharram 1425 H. Waktu yang dilalui 1424 tahun, lebih 1 hari atau (1424 : 30) 47 daur. Lebih 14 tahun, lebih 1 hari
47 daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari
14 tahun= (14 x 354) + 5 hari= 4.961 hari
1 hari = 1 hari +
Jumlah= 504.619 hari
504.619 : 7 = 72.088, lebih 3 = Ahad (mulai jum’at)
504.619 : 5 = 100.923, lebih 4 = Wage (mulai legi)
Jadi tanggal 1 muharram 1425 H jatuh pada hari Ahad Wage
Membuat kalender
Setelah mendapatkan hasil hari dan pasaran pada tanggal 1 Muharram dengan cara di atas, maka untuk mengetahui hari dan pasaran pada tanggal tiap-tiap bulan berikutnya, dapat digunakan pedoman di bawah ini;
Pedoman Hari (Hr) dan Pasaran (Ps)
Bulan | Hari | Pasaran | Umur | Bulan | Hari | Pasaran | Umur |
Muharam | 1 | 1 | 30 | Rajab | 3 | 3 | 30 |
Shafar | 3 | 1 | 29 | Sya’ban | 5 | 3 | 29 |
Rabiul’awal | 4 | 5 | 30 | Ramadhan | 6 | 2 | 30 |
Rabiul’akhir | 6 | 5 | 29 | Syawal | 1 | 2 | 29 |
Jumadil Ula | 7 | 4 | 30 | Dzulqa’dah | 2 | 1 | 30 |
Jumadil Akhir | 2 | 4 | 29 | Dzulhijah | 4 | 1 | 29/30 |
Keterangan: Hari dan pasaran apa saja pada tanggal 1 muharram tahun berapa saja nilainya adalah 1, sehingga untuk bulan-bulan berikutnya, hari dan pasaranya tinggal mengurutkan hari kebeberapa dari tanggal 1 muharram itu sesuai dengan angka yang ada pada jadwal (Hr dan Pr) di atas.
Menghitung Hari
Untuk mengetahui hari dan pasaran suatu tanggal tertentu maka hari dan pasaran tanggal 1 bulan itu bernilai satu, sehingga tinggal menambahkan sampai tanggal yang dikehendaki.
Misalnya tanggal 17 Ramadhan 1425 Hijriah, karena tanggal 1 Ramadhan 1425 Hijriah jatuh pada hari jum’at kliwon, maka tanggal 17 Ramadhan 1425 hijriah jatuh pada hari Ahad Legi, yakni 17 hari dihitung dari jum’at sehingga jatuh hari Ahad, dan 17 hari dihitung dari kliwon sehingga jatuh pasaran Legi.[19]
BAB III
PENUTUP
- Simpulan
Penanggalan Masehi/miladiyah yang awalnya berdasarkan pada bulan dan matahari dan juga konstelasi bintang, namun setelah terjadi ketidaksinkronan antara ketiganya maka Julius Caesar menggantinya hanya berdasarkan matahari. Penanggalan Masehi/Miladiyah pada mulanya hanya terdapat 10 bulan, yang mana hari-hari pada musim dingin tidak dimasukkan pada penanggalan. Kemudian Numa Pompilus mengadakan sedikit reformasi dengan menambahkan bulan januari dan februari. 1 tahun masehi berumur 365 hari (basithoh) atau 366 hari (kabisat), tahun kabisat adalah tahun yang habis dibagi 4 dengan jumlah hari pada bulan Februari sebanyak 29 hari. 1 siklus tahun masehi adalah 4 tahun.
Dalam penanggalan masehi terdapat koreksi gregorius sebanyak 10 hari sejak tanggal 15 Oktober, serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan abad yang tidak habis dibagi 4 sejak tanggal tersebut.
Kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulandalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Penanggalan kalender hijriah berdasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. penanggalan ini didasarkan pada perhitungan (hisab). Satu kali edar lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik. Untuk menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang 30 hari dan adapula yang 29 hari, yaitu untuk bulan-bulan ganjil berumur 30 hari, sedang bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali pada ke-12 (Dzulhijjah) pada Kabisat berumur 30 hari.
- Saran
Teruslah menjadi pengkaji ilmu-ilmu, termasuk ilmu Kebumian dan Antariksa, karena sesungguhnya ilmu Kebumian dan Antariksa mutlak diperlukan dan dikaji agar terciptanya generasi-generasi bangsa yang peka terhadap alam semesta, lingkungan sekitar, baik kerusakan lingkungan itu sendiri atau pun cara untuk memamfaatkan lingkungan tanpa mengeksploitasi alam secara berlebihan. Juga sebagai bahan tafakur terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang menciptakan alam semesta ini dengan segala keteraturannya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Az-Zumar ayat 5.
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. ingatlah Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Lembaran-lembaran karya yang banyak kekurangan ini hanya sedikit dari sekian banyak ilmu tentang ilmu Kebumian dan Antariksa khususnya system kalender Masehi dan Hijriah. Semoga bermamfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Khazin, Muhyiddin. 2007. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka.
Maskufa. 2005. Ilmu Falaq. Jakarta: Gaung Persada.
Chudlori, M.Sakur. 1990. Perbandingan Tarikh. Bandung: Iain Sunan Gunung Djati.
Depag. 2002. Almanak Hisab Rukyah. Jakarta: Proyek Pembinaan Peradilan Agama Islam.
Shofiyullah. 2006. Mengenal Kalender Lunisolar di Indonesia. Malang: P.P. Miftahul Huda.
Moedji Raharto. 2001. Sitem Penanggalan Syamsiyah/Masehi. Bandung: Penertbit ITB.
Ahmad ghozali Muhammad Fathullah. Faidhul Karim Al-Rouf.
Sismono. 2002. Hari-hari Besar Keagamaan: Nilai-nilai Historis, Filosofis dan Sosio-kultural. Bandung: Yayasan Tunas Utama.
Al-Quran dan Terjemah. 2009. Departemen Agama RI.
http://ridhwanibnuluqman.wordpress.com/2010/02/03/menelusuri-asal-mula-sistem-penanggalan-masehi-dan-hijriyah.html
http://Kajian-agama.blogspot.com/2008/11/sejarah-panjang -tarikh-gerej-masehi.html
http://koran.republika.co.id/berita/58474/ PercampuranIslamJawa dalam Penanggalan Hijriah.
http://ipi2010.blogspot.com/2011/01/sistem-penanggalan-di-dunia.html
[1] Shofiyullah. 2006. Mengenal Kalender Lunisolar di Indonesia. Malang: P.P. Miftahul Huda, Hal. 1
[2] Maskufa. 2005. Ilmu Falaq. Jakarta: Gaung persada, hal.186
[3] Depag. 2002. Almanak Hisab Rukyah. Jakarta: Proyek Pembinaan Peradilan Agama Islam, hal. 40
[4] Maskufa. Op.cit. hal. 187
[5] Ibid.
[6]Chudlori, M.Sakur. 1990. Perbandingan Tarikh. Bandung: Iain Sunan Gunung Djati, hal. 2.
[7]Depag. op.cit hal. 41
[8] Maskufa. op.cit. hal.188
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11]Khazin, Muhyiddin. 2007. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka, hal.105
[12] Maskufa. op.cit, hal. 189.
[13] Ahmad ghozali Muhammad Fathullah. Faidhul Karim Al-Rouf, hal. 14.
[14] Moedji Raharto. 2001. Sitem Penanggalan Syamsiyah/Masehi. Bandung: Penertbit ITB, hal. 107-109
[15]Khazin, Muhyiddin. Op.cit, hal.108
[16] Maskufa. Op.cit, hal. 186
[17] Muhyiddin Khazin. Op.cit, hal.112.
[18] Ibid, hal.113-116.
[19] Ibid, hal.112